Menyelisihi Bimbingan Rasulullah dalam Ibadah

Sa’id bin Musayyab rahimahullah adalah seorang ulama besar di kalangan tabi’in (generasi setelah sahabat Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam). Beliau dijuluki “alim ahlil Madinah” (ulamanya penduduk Madinah) dan juga “sayyidut tabi’in” (pemimpinnya para tabi’in).

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya,

رأى سعيد بن المسيب رجلا يصلي بعد طلوع الفجر أكثر من ركعتين يكثر فيها الركوع والسجود فنهاه. فقال: يا أبا محمد! أيعذبني الله على الصلاة؟! قال: لا ولكن يعذبك على خلاف السنة

“Sa’id bin al Musayyab melihat seorang yang shalat setelah terbit fajar (shalat sunah fajar/qobliyah subuh) lebih dari dua raka’at, yang ia memperpanjang rukuk dan sujudnya. Lalu Sa’id bin al Musayyab melarangnya.

Maka orang tadi berkata: Wahai Abu Muhammad (kunyah/panggilan Sa’id), apakah Allah akan mengazab saya gara-gara saya shalat?

Sa’id bin al Musayyab menjawab: Bukan demikian, namun Allah akan mengazabmu karena menyelisihi sunnah (tuntunan Rasulullah dalam shalat sunah fajar) [1]”

(Diriwayatkan Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, 2/466, Ad Darimi 1/404-405, dishahihkan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil, 2/236).

Sumber asli: muslim.or.id

Hal ini dengan mengingat bahwa seandainya rukun dan syarat shalat telah ditunaikan sempurna oleh orang tersebut, shalat sunah-nya tersebut tetap sah dalam pandangan fikih.  Meski demikian, Sa’id bin Musayyab rahimahullah tetap melarangnya.

Kisah ini dapat digunakan untuk memahami landasan fatwa beberapa ulama yang melarang shalat berjama’ah dengan shaf renggang kanan kiri di masa pandemi Covid-19 ini.

Bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat berjama’ah adalah merapatkan shaf dan tidak membiarkan ada celah untuk ditempati setan.

Apabila khawatir penyebaran virus atau penyakit, sudah ada sederet solusi tanpa harus merenggangkan shaf:

  • Meniadakan shalat berjamaah di masjid, sebagaimana himbauan pemerintah dan difatwakan MUI. Hal ini pun sudah banyak dibahas kebolehannya dan ada riwayatnya dalam sejarah kaum muslimin, karena wabah bukan pertama kalinya ini menyebar di kalangan kaum muslimin.
  • Apabila masjid tidak menjalankan himbauan dan fatwa tersebut, shalat jama’ah tetap diselenggarakan dengan protokol kesehatan, antara lain: mengecek suhu badan setiap orang yang akan masuk masjid; mewajibkan setiap orang untuk mencuci tangan dan kaki sebelum masuk ke dalam masjid; melarang orang yang sakit,  sedang demam, atau berstatus ODP untuk mengikuti shalat berjama’ah, dll. (Tanpa perlu merenggangkan shaf shalat karena para jama’ah sudah disterilisasi sebelum mengikuti jama’ah shalat)
  • Bagi orang yang merasa dirinya OTG (baru kontak dengan terduga positif Covid-19 atau baru bepergian ke daerah zona merah Covid-19, namun tidak menunjukkan gejala Covid-19) hendaknya menyadari bahwa dirinya wajib karantina diri dan sementara waktu tidak menghadiri shalat jama’ah di masjid

Wallahu a’lam.

Catatan kaki:

[1] Bimbingan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat sunah fajar (qobliyah subuh) adalah sebagai berikut (dikutip dari muslim.or.id):

“Di antara petunjuk dan contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan dua rakaat shalat sunnah subuh adalah dengan meringankannya dan tidak memanjangkan bacaannya, dengan syarat tidak melanggar perkara-perkara yang wajib dalam shalat.

Hal ini ditunjukkan oleh kisah berikut :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ حَفْصَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ الْأَذَانِ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلَاةُ

Dari Ibnu Umar, beliau berkata bahwasanya Hafshah Ummul Mukminin telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu bila muadzin selesai mengumandangkan adzan untuk shalat subuh dan telah masuk waktu subuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat sunnah dua rakaat dengan ringan sebelum melaksanakan shalat subuh. (HR Bukhari 583).

Diceritakan juga oleh ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat ringan antara adzan dan iqamat shalat subuh.” (HR. Bukhari 584).

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga menjelaskan ringannya shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyatakan :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَفِّفُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتىَّ إِنِّيْ لأَقُوْلُ : هَلْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ؟

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan dua rakaat shalat sunnah subuh sebelum shalat fardhu Subuh, sampai-sampai aku bertanya : “Apakah beliau membaca surat Al-Fatihah?” (HR Bukhari 1095 dan Muslim 1189).”

 

Tentang Sa'ad

Ingin menunjukkan bukti bahwa saya mencintai Allah dan Rasul-Nya, agar Allah dan Rasul-Nya mencintai saya ... Ingin menunjukkan bukti bahwa saya adalah anak yang berbakti kepada kedua orang tua, agar kedua orang tua saya merasa ridla kepada saya ...
Pos ini dipublikasikan di Umum. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar